About Us

Breaking

Tuesday, December 24, 2019

Sekolah ku Syurgaku










Sekolahku adalah Surgaku





Sekolah merupakan rumah keduaku setelah rumahku yang sesungguhnya. Begitulah aku menerapkan slogan itu. Slogan tersebut kuperuntukkan untuk diriku sendiri beserta guru-guru juga staf dimana aku memimpin. Hal itu buat pemacu semangat, pemantik energi positif dalam bekerja dengan harapan dapat meraih rido-Nya dan sebagai ladang mendulang pahala. Karena semakin hari semakin berat tuntutan dalam pekerjaan kami. Jika hanya melaksanakan kewajiban saja karena tuntutan aturan-aturan yang mengikat dan melekat kepada kami sebagai pegawai negeri sipil sungguh akan sangat merugikan bahkan sia-sia. Tanpa dapat apa-apa hanyalah menggugurkan kewajiban saja. Sirnalah semua lelah tanpa adanya berkah.
Bagaimana menciptakan nuansa sekolah yang sangat dirindukan oleh semua warganya? Oleh kepala sekolah, guru, karyawan, dan khususnya anak-anak. Bekerja dengan hati adalah realisasinya. Langkah awal yang harus dilakukan adalah niatkan dalam hati pada saat kaki akan melangkah dari rumah dengan berdo’a agar apa yang akan kita kerjakan sehari penuh Alloh berikan keberkahan. Berdo’a ini hal yang sangat mudah tetapi kadang-kadang terlupakan. Biasanya karena terburu-buru. Kutanamkan kebiasaan kepada guru-guru untuk datang lebih awal dari anak-anak agar mereka pada saat tiba di sekolah sudah disambut oleh guru sebagai pengganti orang tuanya di sekolah. Berikan senyuman manakala mereka datang. Sambut anak dengan belaian yang nyaman pada saat mereka memberi salam. Giring mereka memasuki pembelajaran yang menyenangkan bukan pembelajaran yang menakutkan. Dengan demikian akan membuat guru selalu dirindukan oleh anak didiknya.
Dalam menerapkan pembelajaran di sekolah selalu kutanamkan semboyan tut wuri handayani yang salah satunya yaitu “Ing Ngarso Sung Tulodo’. Dalam menerapkan pembiasaan yang baik harus ditampilkan adalah pemberian tauladan bagi anak didik, bukan hanya sekedar mengajar dan bisa memberi perintah saja. Karena hal itu awalnya sering aku lihat. Kebersihan ruang kelas khususnya menjadi tugas anak didik tanpa di kontrol oleh guru kelasnya. Namun perlahan kuberi masukan, himbauan di kala pertemuan dinas atau diluar dinas kebiasaan itu mulai diubah. 
Sebagai contoh dalam pembiasaan menerapkan kebersihan di lingkungan dalam kelas, luar kelas, dan dalam lingkungan sekolah. Dalam diri guru sendiri harus memberikan contoh, misalkan ada sampah atau bungkus makanan yang tercecer segera diambil dan dibuang ke tempat sampah. Guru jangan gengsi atau istilah sekarang “jaim” untuk melakukannya, berikan contoh agar diikuti anak didiknya. Lama kelamaan akan muncul kesadaran yang melekat sambil ditanamkan pemahaman pada anak didik bahwa kebersihan adalah sebagian daripada iman. Lambat laun anak didik akan timbul kesadaran dalam menjaga kebersihan. Selain untuk kepentingan kesehatan, pada intinya penanaman realisasi nilai keagamaan dari hal-hal yang kecil terlebih dahulu.
Selain itu masih banyak hal-hal yang harus terus disosialisasikan. Dalam membiasakan membaca kepada anak didik, aku tanamkan juga ke semua guru agar membiasakan rajin membaca. Guru harus memberi contoh membaca sekitar 10-15 menit sebelum pelajaran di mulai, tidak sekedar anak didik yang diwajibkan tetapi guru juga wajib bersama-sama membaca agar timbul kenyamanan buat anak didik membaca ditemani gurunya. Tentu lebih mengasyikkan. Sembari itu ditanamkan bahwa membaca merupakan sebagai bagian dari kegiatan belajar. Membaca adalah salah satu perintah Alloh dalam Al Qur’an. Jika hal ini dipupuk terus akan menambah keyakinan bahwa apapun setiap langkah yang dilakukan didasari oleh kesadaran dari dalam diri dan hati semata hanya mencari ridho Alloh tidaklah akan menjadi beban. Tetapi sebaliknya akan menjadi ringan karena sudah memiliki kesadaran yang kuat, tidak lagi terbebani oleh program-program sekolah.
Selanjutnya dalam berkomunikasi aku berusaha menciptakan suasana sekolah yang kondusif. Aku perlakukan guru-guru dan karyawan layaknya anggota keluarga. Dimana satu sama lain sudah memiliki peran dan tugasnya masing-masing. Mereka kujadikan teman dalam bekerja, kujadikan sahabat dalam curhat masalah-masalah yang dihadapi sekolah. 
Aku menyadari tanpa adanya mereka pembelajaran dan kegiatan  di sekolah tidak akan berlangsung dengan maksimal.  Jika ada permasalahan yang dihadapi guru khususnya dan sekolah pada umumnya, diskusilah jalan keluarnya. Kuajak mereka berembug, berunding, berbicara, dan meminta saran pendapatnya. Meski dalam hal ini akupun sudah mempunyai solusinya. Hal ini kulakukan untuk merangkul dan mengajak mereka untuk berpartisipasi aktif dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang ada di sekolah. Kuhilangkan kesan-kesan yang sifatnya menggurui buat mereka. Karena jika hal itu terjadi hanya akan menciptakan jarak saja dengan mereka.
Aku sangat meyakini pendekatan dengan semua warga sekolah adalah cara jitu untuk membuat nyaman bekerja di sekolah. Tidak mudah juga mengelola sekolah, salah satunya dalam menghadapi berbagai karakter guru dan karyawan yang berbeda-beda. Seperti dalam sebuah keluarga bagaimana menghadapi anak yang bermacam-macam sifatnya. Beraneka ragam kemauannya. Bagaimana cara mengakomodirnya agar anak yang satu dan lainnya bisa mendapat perlakuan yang sama. Sehingga mereka mendapatkan perlakuan yang adil dan bijaksana. Dalam hal ini emosilah yang sangat berperan. Kemampuan mengelola emosi akan sangat menentukan dalam menciptakan suasana yang kondusif dan menyenangkan.
Tantangan dalam pengendalian emosi adalah pada saat terjadinya konflik. Sesuatu yang direncanakan atau diharapan tidak sesuai kenyataan. Jika bisa dibandingkan lebih mudah menghadapi pekerjaan administrasi sekolah yang setumpuk atau menghadapi personil sekolah? Pasti dengan cepat kujawab mengerjakan pekerjaan administrasi sekolah yang setumpuk karena hanya berhadapan dengan benda mati. Namun menghadapi personil di sekolah membutuhkan kecerdasan emosi yang tinggi, kedewasaan dalam bertindak dan kematangan dalam mengambil kebijakan. Karena mereka memilik karakter-karakter yang unik. Dalam hal ini kompetensi kepribadianku yang diuji.
Kupelajari setiap karakter-karakter unik dari mereka. Aku berusaha mengeksplore kemampuan yang dimilikinya untuk dapat dijadikan kekuatan dalam mengembangkan program-program sekolah. Dari sekian personil yang ada sangatlah heterogen. Kadang-kadang kami mengistilahkan senior dan junior. Kumanfaatkan untuk hal-hal yang positif. Guru senior mayoritas kurang memahami, menguasai dan mengoperasikan komputer.
Namun mereka kaya akan pengalaman dan masa kerja. Sebaliknya mayoritas guru yang junior sudah mahir dalam mengoperasikan komputer tapi masih minim dalam pengalaman dan masa kerja. Itu semua kujadikan sarana untuk saling berbagi antara guru senior dan junior dalam hal kedinasan. Guru yang junior menghormati guru senior, guru senior menyayangi guru yang junior. Sifat seperti itu adalah tauladan dari rasul kita Nabi Muhammad SAW.  Begitu indah kebersamaan yang terjalin dengan harmonis jika semuanya dilandasi keimanan.

No comments:

Post a Comment